Antara manusia dan kebudayaan
terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick
Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan
kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan
kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang
berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa
proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi dan
enkulturasi. Selanjutnya hubungan antara
manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut
terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan
yaitu sebagai 1) penganut kebudayaan, 2) pembawa kebudayaan, 3)
manipulator kebudayaan, dan 4)
pencipta kebudayaan. Pembentukan
kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan
dan penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa
yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara. Hal
yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan
manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of
life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku. •
Manusia Indonesia dan Kebudayaan Manusia
Indonesia
dalam hal kebudayaan saat ini mengalami berbagai rintangan dan halangan untuk
menerima serbuan kebudayaan asing yang masuk lewat Globalisasi (perluasan
cara-cara sosial melalui antar benua). Dalam hal ini teknlogi informasi dan
komunikasi yang masuk ke Indonedia turut merobah cara kebudayaan Indonesia
tersebut baik itu kebudayaan nasional maupun kebudayaan murni yang ada di
setiap daerah di Indonesia. Dalam hal ini sering terlihat ketidakmampuan
manusia di Indonesia
untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing sehingga melahirkan
perilaku yang cenderung ke Barat-baratan (westernisasi). Hal tersebut terlihat
dengan seringnya remaja/i Indonesia
keluar-masuk pub, diskotik dan tempat hiburan malam lainnya berikut dengan
berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan sering melahirkan komunitas
tersendiri terutama di kota-kota besar dan metropolitan. Dalam hal ini
terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan zat adiktif,
berbagai bentuk kategori pelacuran dan ‘western’ lainnya tak lepas dari ketidak
mampuan manusia Indonesia dalam beradaptasi sehingga masih bersikap ‘conform’
dan ‘latah’ terhadap kebudayaan asing yang melenyapkan inovasi dalam
beradaptasi dengan budaya asing sehingga melahirkan bentuk akulturasi. Bila
dikaji dengan teliti hal tersebut mungkin dikarenakan ciri-ciri manusia
Indonesia lama yang masih melekat seperti percaya mitos dan mistik, sikap suka
berpura-pura, percaya takhyul yang dimodifikasi, konsumerisme, suka meniru,
rendahnya etos kerja dan lain sebagainya bisa jadi mengakibatkan terhambatnya
akulturasi (percampuran dua/lebih kebudayaan yang dalam percampurannya
masing-masing unsurnya lebih tampak). Sikap etnosentrime (kecenderungan setiap
kelompok untuk percaya begitu saja akan keunggulan/superioritas kebudayaannya
sendiri dan sikap senosentrisme (sikap yang lebih menyenangi pandangan/produk
asing) merupakan hal selanjutnya yang dapat menghambat terwujudnya kebudayaan
nasional untuk kemajuan bangsa dan negara. Sepertinya,
sudah saatnya manusia Indonesia
berikut dengan berbagai kebudayaan daerahnya yang ada melakukan suatu bentuk
adaptasi yang sifatnya inovasi/pembaruan dengan budaya Barat/asing seperti
dalam hal kesenian dimana instrumen musik tradisional dipadukan dengan
instrumen modern (alat-alat band dengan teknologi komputernya) maupun perawatan
berbagai benda kebudayaan dengan teknologi asing yang ada sehingga akulturasi
dapat diwujudkan. Selain
itu, pengaruh media komunikasi seperti Televisi, radio, Internet sangat besar
dampaknya dalam hal cara pandang manusia Indonesia terhadap ras.
Sinetron-sinetron maupun film yang ditayangkan di Televisi dan bioskop yang
memvisualisasikan dan mensosialisasikan gaya
hidup ras Caucasoid (orang Eropah) turut mempengaruhi cara pandang manusia Indonesia
terhadap budayanya sehingga tidak timbul kesadaran untuk mempelajari tindakan
sosial dan sebaliknya. Dalam hal ini manusia Indonesia sepertinya lebih
mengagung-agungkan/memuja ras Caucasoid berikut dengan gaya hidupnya dan
menjadikannya sebagai kelompok acuan (umumnya oleh kaum perempuan) sehingga
secara tak langsung mempengaruhi akal dan intelegensi, emosi, kemauan, fantasi
dan perilaku manusia Indonesia sehingga terkendala dalam memajukan
kebudayaannya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar